Selasa, 16 Juli 2013

USM STAN, sebuah pengalaman yang mengesankan!


Saya akan bercerita tentang 'keberuntungan' saya sehingga saya bisa masuk Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, yang selanjutnya disebut STAN.

Waktu itu, seusai lulus SMA, tidak pernah terpikir sedikit pun untuk melanjutkan kuliah. Maklum, tak ada biaya. Tapi, salah seorang kakak ipar dan seorang teman saya yang tidak perlu saya sebut namanya, menyarankan agar saya mencoba untuk mendaftar di STAN. Ketika itu, saya benar-benar tidak tahu STAN itu apa. Haha.... Saya cuma anak kampung yang kurang pergaulan. Tidak tahu menahu apa itu universitas, termasuk apa ith STAN. Selain itu, dulu di kampung juga masih jarang inetrnet. Jadi, ya memanag benar-benar tidak tahu. Tapi yang saya tahu dari yang mereka katakan adalah bahwa kuliah di STAN itu gratis dan tempatnya di Jakarta. Udah, itu aja yang saya saya tahu. Selain itu, ada ajakan juga dari salah seorang saudara yang mau mencoba untuk mendaftar di STAN. Pada saat itu, saudara saya tersebut mencoba mendaftar untuk yang kedua kalinya, sedangkan saya untuk yang pertama kalinya.

Berkas-berkas yang dibutuhkan sudah lengkap, akhirnya capcus ke Jakarta dengan salah seorang teman saya yang menyarankan untuk mencoba mendaftar di STAN, seperti yang saya ceritakan di awal cerita ini. Pada saat itu, saya mendaftar di hari terakhir pendaftaran. Mengantri dari pagi buta hingga petang tiba. Setelah saya mendaftar dan mendapatkan nomor, saya lega. Tinggal mempersiapkan ujian pada waktu dan tempat yang sudah ditentukan oleh panitia.

Hari demi hari terus berjalan. Selama itu, saya mencoba untuk belajar. Apa yang saya pelajari? Saya hanya belajar sebuah modul tipis yang saya beli waktu pendaftaran dulu. Boro-boro ikutan bimbel, modul pun hanya yang murahan.

Waktu yang ditentukan itu telah tiba. Saya dan kakak ipar saya beserta saudara saya itu mendatangi tempat ujian yang telah ditentukan. Saya cuma pasrah aja. Namanya cuma coba-coba. Diterima alhamdulillah, nggak diterima juga nggak apa-apa.

Ujian dimulai. Soalnya berjumlah 180 terdiri dari 80 soal pengetahuan umum, 40 soal bahasa indonesia, dan 60 soal bahasa inggris. Kalau nggak salah peraturannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk soal yang dijawab dan benar poinnya 3,
2. Untuk soal yang tidak dijawab poinnya 0,
3. Untuk soal yang dijawab tapi salah, poinnya -1
4. Masing-masing jenis soal harus dikerjakan dengan benar minimal 30%.
Kurang lebih seperti itu peraturannya yang saya tuangkan dengan bahasa saya sendiri. Dan yang menjadi persoalan terbesar adalah: saya tidak membaca aturan itu. Langsung mengerjakan begitu saja. Ya, saya mengerjakan semuanya urut dari nomor 1 sampai 180.

Saya mengerjakan dengan serius dan hati-hati. Soal-soal pada jenis soal pengetahuan umum sangat banyak hitungannya dan bacaan-bacaan yang amat panjang sehingga memakan banyak waktu. Ketika sampai pada jenis soal bahasa indonesia kurang lebih dapat 7 nomor soal, pengawas memberitahukan bahwa waktu ujian tinggal 5 menit lagi. Saya kaget. Waktu 3 jam rasanya singkat banget.

Bahasa inggris belum ada yang saya kerjakan sama sekali. Saya benar-benar kebingungan. Ditambah lagi, saya sangat lemah pada mata pelajaran bahasa inggris. Di tengah kebingungan itu saya berpikir untuk mengisi semua soal yang belum terjawab dengan asal melingkari saja tanpa melihat apa soalnya. Meskipun asal melingkari, saya juga menggunakan trik. Triknya adalah sebagai berikut:

"Kalau saya melingkari jawaban secara acak tanpa melihat soal, kemungkinan benarnya sangat sedikit. Kemudian saya berpikir, misalnya saya melingkari satu kolom jawaban dengan jawaban yang sama, pasti kemungkinan ada benarnya lebih besar daripada ketika saya mengisinya secara acak. Akhirnya saya mengisi setiap kolom lembar jawaban yang belum terisi dengan jawaban yang sama. Waktu itu, kalau saya nggak salah ingat, satu kolom itu ada 13 nomor. Jadi, saya isi tiap 13 nomor itu dengan jawaban yang sama. Kalau A ya A semua, kalau B ya B semua, dan seterusnya, khusus untuk soal bahasa inggris."

Finally, seluruh lembar jawaban saya penuh, penuh dengan jawaban, penuh dengan pengawuran, dan penuh dengan keanehan. Saya agak sedikit optimis bakal diterima karena saya berfkir, saya telah mengerjakan dengan sungguh-sungguh soal-soal yang diberikan terutama pada soal-soal di awal. Saya pikir soal-soal yang saya kerjakan di nomor-nomor awal, dengan mengabaikan keanehan di soal-soal terakhir, saya rasa sudah memenuhi persyaratan untuk lulus.

Eitss, tunggu dulu! Di awal saya sudah memberitahukan kalau saya TIDAK membaca peraturan yang tertera dalam bagian depan soal. Saya baru membacanya ketika sudah sampai di rumah. Begitu kagetnya saya ketika saya membaca peraturan itu. Mulai saat itu saya menjadi pesimis kalau saya pasti tidak akan diterima. Gimana nggak coba? Ya mungkin untuk pengetahuan umum sama bahasa indonesia bisa aja memenuhi persyaratan. Tapi dengan bahasa inggris? Rasanya sangat tidak mungkin dengan ke-ngaco-an yang saya lakukan dalam menjawab soal-soal bahasa inggris itu.

Namun, berkat doa dan keberuntungan yang begitu luar biasa, akhirnya saya diterima. Sayangnya, saudara saya tidak diterima. Tapi nggak apa-apa. Mungkin itu adalah rejeki saya. Apa pun yang saya lakukan, kalau itu adalah rejeki saya, maka tidak akan kemana rejeki itu.

Cerita itulah yang menjadi gerbang pengantar saya hingga seperti saat ini. Mungkin bisa diambil hikmahnya. Saya yakin setiap kejadian yang terjadi di hidup saya, pasti ada hikmah yang menyertainya. Dan seperti itulah sebuah 'keberuntungan'.