Kamis, 19 April 2012

MUDAHNYA MENGGENERALISASI KEBURUKAN


 
Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Peribahasa yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Dan memang peribahasa itu benar adanya. Artinya, makna dari peribahasa itu benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.
Memang, sudah menjadi ‘hobi’ setiap manusia kalau membicarakan masalah keburukan orang. Kebanyakan orang lebih mudah dalam mengingat keburukan orang lain dibandingkan kebaikannya. Tak perlu menyangkal! Itu sudah ketentuan mutlak bagi kebanyakan orang. Iya! Memang tidak semua orang seperti itu, tapi rata-rata (kebanyakan – red) orang lebih menyukai pembicaraan yang melibatkan keburukan orang lain.

Imbas sebuah penilaian negatif berujung sangat rumit. Dalam konteks individu yang berdiri sendiri, sekali dia berbuat buruk, selamanya akan ‘dicap’ buruk. Meskipun tidak selamanya melakukan perbuatan buruk, tapi penilaian awal tersebut masih tetap berlaku. Sedangkan, dalam konteks individu dalam sebuah kelompok atau organisasi, satu orang saja melakukan sebuah keburukan, semua orang di kelompok tersebut akan terkena dampaknya. Satu buruk, semua ‘dicap’ buruk.

Ini hanya pendapat saya saja:  penilaian yang semacam itu adalah tidak benar dan tidak dibenarkan. Setiap orang memang berhak menilai. Silakan menilai apa aja, terserah! Tapi sekali lagi saya tegaskan, saya sangat menolak penilaian yang semacam itu. Begitu mudahnya menggeneralisir keburukan sebuah kelompok hanya dari keburukan satu anggotanya saja.

Bayangkan, misalnya kalian adalah anggota sebuah kelompok atau organisasi. Tiba-tiba salah satu dari anggota kelompok kalian itu melakukan sebuah hal yang sangat buruk di mata umum. Lalu banyak orang menggeneralisasi bahwa semua orang di kelompok tersebut buruk. Apakah kalian terima? Pasti tidak (jika kalian termasuk orang yang baik dan masih punya otak). Yang buruk kan cuma satu, sedangkan yang baik pasti lebih banyak. Kalau penilaiannya hanya menggeneralisir pada yang jelek, terus bagaimana dengan yang baik? Tidak dihargai sama sekali bukan? Jika kalian di posisi itu, apakah kalian mau? Mau nggak?

Baiklah! Di antara sesama memang harus ada toleransi. Sebelum kata berucap, harus dipikirkan terlebih dahulu. Sebelum memberikan penilaian, pahami dahulu permasalahannya. Setelah memahami, bayangkan jika kalian di posisi itu. Nanti sikap toleransi itu akan muncul dengan sendirinya. Pesan saya: Jangan menggeneralisasi sebuah kelompok hanya dari satu atau dua anggotanya. Kenali semuanya kalau perlu. Ketika satu buruk, kenali dulu yang lain. Setelah tahu semuanya, barulah memberikan penilaian. Nah, penilaian semacam itulah yang menurut saya adalah penilaian yang bagus. Penilaian yang berdasarkan kenyataan, bukan penilaian yang berdasarkan penggeneralisasian.
(No. Post: O-01/CBDA.22/BLOGGER/2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar